home

Thursday, March 25, 2010

Pemuda di Purnama Kesepuluh

Baiklah. Seperti manusia kebanyakan. Aku tidak pandai merangkai kata atau kalimat, dan aku bingung harus memulainya darimana.

Ini terjadi di awal purnama kesepuluh dari satu putaran bumi pada matahari.

He came. He really came, indeed.

Seperti pernah mengenalnya? Tidak.

Seperti Tuhan menakdirkan ia untukku? Tentu saja tidak.

Aku menganggapnya sebagai sesama manusia yang butuh komunikasi antar manusia seperti yang lainnya.

Tidak ada yang spesial di awal purnama kesepuluh itu. Tidak ada sama sekali.

Hingga suatu waktu aku tersadar. Selama tiga kali perputaran bumi pada matahari, hati ini ternyata tidak ada yang mengisi.

Entah memang tidak terisi, atau terbiarkan kosong. Namun ternyata aku salah.

Sesungguhnya hati ini terisi. Terisi oleh manusia yang datang dengan selamat pagi nya di purnama kesepuluh.

Tidak ada yang aneh, dengan hal ini. Wajarnya, aku jatuh cinta.

Mengutip ungkapan Fahd Jibran

“seperti hujan

Aku jatuh cinta

Perlahan lahan

Seperti badai

Aku ingin mencintaimu

Sampai mati”

Rasanya sungguh sangat benar.

Dia pernah datang. Dan dia pernah pergi. Dan kini dia kembali.

Bodoh atau dungu kah aku, untuk menerimanya kembali dalam hidupku.

Hidup yang sudah ia tinggalkan. Hidup yang ia serpihkan keberadaannya.

Tidak merasa apapun untuk kata “sakit”, aku ternyata tidak sanggup untuk berkata tidak.

Betapa kau harus tau, aku tidak suka melihatnya meminta maaf.

Aku tidak suka melihat tangannya gemetaran menjelaskan alasannya untuk pergi.

Aku tidak suka memandang mata nya yang risau dengan kata “maaf” yang lirih.

Aku tidak suka mendengar suaranya rintih tertahan untuk kata “maaf”

“aku tidak terluka” ucapku padanya.

Iya. Aku tidak berbohong. Aku memang tidak terluka. Entah kenapa.

Mungkin Tuhan terlalu menyayangi aku hingga aku tidak ingat lagi rasa sakit karena terluka itu seperti apa.

Ini tentang aku. Dan dia. Sekarang.

Pemuda yang datang di purnama kesepuluh itu, kini benar benar menjadi hidupku. Bukan bagian hidup, tapi hidupku.

Berlebihan kah? Iya.

Tentu saja. Baru berapa purnama yang kuhabiskan dengannya?

Apa hal yang ia suka dan tidak suka? Apa aku tau? Tidak. Sama sekali tidak.

Aku hanya tau, aku sangat ingin ia baik baik saja.

Iya. Itu saja.

Aku selalu mendoakanmu. Itu bukan karena aku akan bahagia melihat mu bahagia. Tidak. Mendoakanmu mungkin hanya bentuk keegoisanku yang masih ingin mematri mu dalam hati ini. Setidaknya, saat kau pergi, hanya mendoakan keadaanmu pada Tuhan , yang bisa kulakukan.

Kini kau kembali, aku masih saja mendoakanmu. Mendoakan kebahagiaanmu, mendoakan serpihan mimpi mimpi mu, medoakan keadaanmu. Kenapa?

Aku belum menemukan jawaban pasti.

Mungkin, karena itu kebiasaanku saat kau pergi selama 37 hari minus 2 hari.

Mungkin juga karena ketidak-tulusanku yang ingin Tuhan menakdirkan kau hanya untukku.

Mungkin. Iya mungkin saja.

Tapi lama aku merenung, mendoakanmu. Kenapa?

Karena ternyata itu bentuk keegoisanku.

Aku tidak bisa tenang tanpa menyelipkan namamu dalam doa doa ku. Aku sungguh egois aku tau.

Aku ingin hatiku tenang, maka aku mendoakanmu.

Baiklah.

Maafkan aku yang begitu egois, tuan.

Tapi setidaknya, aku tidak mendoakan kebersamaan kita untuk selamanya, tenang saja.

Justru aku berdoa, jika ada perempuan lain yang lebih menyukai mu daripada aku, ada perempuan lain yang akan sangat bisa membuatmu bahagia di kehidupan ini, dengan ia saja kau hidup berdampingan.

Ku katakan sekali lagi, mendoakanmu hanyalah keegoisanku, agar aku tenang.

Bukan, bukan mencintaimu.

Aku hanya tidak ingin melihat kau tidak baik baik saja, tuan.

Meski kadang aku berdoa semoga yang terbaik adalah selalu beriringan,

Tapi aku sering berdoa, agar kau hidup berdampingan di dunia ini dengan orang yang paling dapat membuatmu bahagia.

Jika ada sebuah kehidupan lagi yang Tuhan takdirkan ada aku dan kau disana. Dan sebelumnya aku akan meminta pada Tuhan begitu. Dan saat bertemu Tuhan, aku akan tambahkan doanya,

Semoga, orang yang paling dapat membuatmu bahagia, yang akan mengisi hari hari mu itu, adalah aku.

Iya. Suatu saat jika aku bertemu dengan Tuhan.

p.s : aku akan merengek pada Tuhan untuk memintanya, pasti Tuhan akan iba padaku. Tolong jangan ikut campur urusanku dengan Tuhan ya, jika kau punya doa lain pada Tuhan, silakan saja, tapi tidak perlu memberitahu aku. Mengantisipasi doamu yang sangat bertolak belakang denganku, aku takut akan menangis. :)

0 responses: